UTOPIA PARADOX

UTOPIA PARADOX

Suatu istilah yang bagi saya sangat jarang terdengar, terkesan asing, tidak saja terdengar   ilmiah, tetapi juga saat mendengarnya, ataupun membacanya, seraya saya  berpikir keras tentang imagery yang tepat untuk memahami maknanya. Utopia Paradox, atau ada yang menuliskannya dengan Paradoxical Utopia, atau Paradoksal Utopia, suatu konsep atau ide yang memiliki arti keadaan dimana dunia mencapai keadaan yang sempurna tanpa ada konflik, tanpa ada peperangan, semua masyarakat sejahtera, tidak ada tindak kejahatan, kesusahan, dan semua dalam kondisi kesetaraan.

Konsep ini, sesuai hasil ber-literasi yang saya dapatkan, pertama kali muncul saat seorang filusuf bernama J.G Ballard pada tahun 1962 menulis esai berjudul “Which way to inner space”.

Dilukiskan dalam Utopia Paradox, manusia berusaha keras ingin menciptakan dunia yang sempurna, namun konsekuensi tindakan yang mereka lakukan memicu konflik karena pada kesejatiannya, setiap individu maupun kelompok selalu memiliki sisi ego masing-masing dengan adanya pandangan, ide, dan kepentingan yang berbeda-beda. Betapapun kerasnya kita ingin mencapai situasi Utopia, selalu saja akan berakhir yang sebaliknya (dystopia), disitulah paradox itu muncul. Manusia selalu berusaha mengejar kebahagiaan dan kesempurnaan hidup, tetapi ternyata semakain kesempurnaaan itu dikejar, semakin apa yang kita harapkan tidak terwujud.

Apakah dunia kelak akan mencapai keadaan Utopia pada akhirnya ?

Jawabannya adalah, tidak akan pernah.

Utopia Paradox bukanlah tujuan akhir yang sebenarnya, tetapi berupa konsep, idealisme bagaimana manusia di dunia ini memiliki keadaan yang paling baik dan sempurna.

Zaman Pra-Sejarah

Pandangan idealis Utopia selalu coba direalisasikan oleh manusia sejak dulu, bahkan sejak jaman purba dikala sejarah belum tercatat. Manusia saat itu dalam kondisi primitif dimana hukum Darwin “Survival Of The fittest” berlaku, siapa yang lemah dia pasti akan musnah dan yang kuat dialah yang akan bertahan hidup lebih lama. Hingga dorongan yang besar untuk mencapai kemampuan bertahan hidup tiba pada tahun 6000 SM, dimana manusia memutuskan untuk merubah keadaan menjadi lebih baik dengan mulai hidup berkelompok, bersama-sama demi mempertahankan spesiesnya. Tetapi keadaan dimana manusia makin tinggi kemampuan bertahan hidup dan makin tinggi populasinya (3000 SM)  memunculkan tantangan sosial baru, yaitu perebutan wilayah kekuasaan. Kehidupan manusia dikenalkan dengan keadaan baru yaitu peperangan untuk memperebutkan kekuasaan suatu wilayah. Semula pada masa purba manusia berperang dengan hewan liar untuk bertahan hidup, akhirnya berubah dengan berperang dengan spesiesnya sendiri untuk mempertahankan dan memperluas wilayahnya.

Zaman Sejarah

Berlangsungnya peperangan antar kelompok berlanjut pada masa ke masa hingga tercatatnya sejarah manusia (300 M). Saat itu sesuai dengan kepentingan sosialnya terbentuklah kerajaan-kerajaan besar di dunia, salah satunya adalah kekaisaran Romawi. Tetapi setelah runtuhnya Romawi (1300 M) manusia memasuki  Zaman Kegelapan (The Dark Age). Dengan keadaan yang semula penuh peperangan sekular, selanjutnya manusia berusaha merubah keadaan dengan berusaha menanggalkan sisi keduniawiannya.  Semua pemikiran manusia berada dibawah kendali gereja dimana semua aturan ditentukan oleh dewan gereja karena pemikiran manusia dianggap tidak ada gunanya dan hanya menimbulkan kesengsaraan saja. Sampai pada tahun 1346 terjadi bencana wabah besar yang merenggut nyawa 100 juta manusia dari 400 juta manusia yang hidup di bumi ini. Kejadian “Black Death” merubah kembali tatanan hidup manusia pada era yang selanjutnya, datangnya Era Renaissance.

Era Pencerahan (Renaissance) membawa kembali dunia ini pada tatanan manusia yang berusaha untuk mencapai kesempurnaan. Pada masa ini pemikiran manusia dihargai dengan ditandai kemunculan para filusuf-filusuf, maupun seniman-senian besar sekelas Leonardo Da Vinci. Semakin dibebaskan pemikiran dan ide manusia, ternyata tantangan baru pun muncul kembali, yaitu perang saudara. Peperangan tidak hanya terjadi antar kerajaan atau imperium terkait perebutan wilayah, tetapi juga terjadi di sisi internal bangsa, yaitu dengan saudara atau bangsa sendiri demi kekuasaan.

Masa peperangan berlanjut dalam waktu panjang sampai tibalah revolusi industri yang berawal di Inggris (1800 M) yang memberikan tatanan sosial baru dimana munculnya era kapitalisme.

Terbukti sekali lagi bahwa kehidupan manusia makin lebih baik dari masa ke masa, tetapi esensi kesempurnaan seakan-akan tidak pernah tercapai seiring timbulnya kekacauan baru.

Selaras dengan perkembangan teknologi industri di dunia, bukan hanya kapitalisme yang dihadapi manusia tetapi juga munculnya era Perang Dunia I dimana senjata perang hasil revolusi industri muncul menjadi alat perang baru pada saat itu.

Kondisi tersebut diperburuk lagi dengan kemunculan wabah besar kedua yaitu “Spanish Flu” sampai dengan terjadinya depresi ekonomi pada tahun 1930 karena begitu peliknya perang dunia yang menelan banyak biaya.

Kondisi ini berangsur-angsur pulih, tetapi kembali lagi hantaman perang terjadi, yaitu era Perang Dunia II. Kembali lagi manusia mencari solusi untuk mencapai kedamaian dan kesejahteraan yang sempurna, hingga munculnya inisiasi terbentuknya Perserikatan Bangsa-Bangsa sampai dengan World Economy Forum.

Hingga saat ini meski peperangan besar antar bangsa sudah dapat dihentikan, namun tetap saja bisa kita temukan celah adanya peperangan kecil di belahan bumi tertentu. Selain itu masih ada banyak penyakit yang masih belum ditemukan obatnya, dan yang tidak kalah besar urgensinya adalah isu Perubahan Iklim (Climate Change).

Tidakkah terbukti kembali bahwa konsep Utopia belum tercapai ?

Sampai saat ini dunia semakin berkembang, pemikiran manusia semakin maju, dan teknologi ada untuk memunculkan berbagai kemudahan hidup. Tetapi tidakkah kita berpikir bahwa dengan makin banyaknya kemudahan, dan makin keadaan dunia ini jauh lebih baik jika dibandingkan pada jaman dahulu, sesungguhnya semakin besar pula memunculkan tantangan-tantangan baru yang harus dihadapi oleh manusia.

Saat manusia berusaha untuk menyelesaikan masalah dan mencari solusi atas permasalahan yang ada, hal ini justru menemui masalah lain yang baru lagi, seakan-akan seperti rantai yang tidak pernah putus. Semakin kesempurnaan itu ingin dikejar, semakin kesempurnaan itu jauh untuk bisa dicapai, begitu banyak celah baru yang kita temui, dan rasanya keadaan sempurna itu tidak pernah ada.

Di sisi lain yang bisa kita renungkan adalah, walaupun kita sudah mencapai sesuatu yang diinginkan, saya yakin kita semua akan memikirkan suatu pertanyaan, “what next?”,…lalu apakah selanjutnya. Saya sarankan disini, janganlah selalu fokus apa yang ideal yang ingin kita capai, karena selama kita berfokus pada proses, rasanya semua itu lebih bernilai.

May 23th, 2024

07:41

By N.

Leave a comment

I’m IKA

PROLOG
My name is Ika Nurfanis Anggraini, and this is my blog. It has been made as my private journal which is containing my perspectives toward any materials relate to education and lifestyle. This blog is the way myself expressing ideas. My writings are based on books, podcasts, and my personal experiences. These, I lead as my efforts in maintaining personal growth mindset.

Let’s connect

Design a site like this with WordPress.com
Get started